Teman Sebangku
Namanya Amir. Ini teman saya SD. Most of the time, kami duduk sebangku. Tentu saja banyak peristiwa tak dapat lagi diingat. Maklum sudah terlalu lama. Tapi ada yang lumayan melekat. Waktu bagi raport setiap caturwulan, kami berebutan ranking pertama. Kalau bukan saya yang ranking pertama, berarti Amir. Kalau bukan Amir, berarti saya. Eh tidak melulu setiap caturwulan. Ada juga kawan kami yang lain, Yuliani. Dia juga juara kelas sesekali.
Tapi setamat SD saya mulai jarang bertemu Amir. Dia lanjut sekolah di SMP 10, depan makam pahlawan, saya lanjut sekolah di kota Pontianak. Mencoba peruntungan bersaing dengan anak-anak di kota. Hasilnya lumayan, setiap semester, selalu dapat 10 besar. Nasib Amir saya tidak tahu.
Di SMA, saya ikut arus dengan para begundal. Boro-boro juara kelas. Saat bagi raport, pernah tertulis ranking 42 dari 44 siswa. Yang 2 siswa tidak naik kelas. Belajar merokok waktu SMP, praktik merokok di belakang kelas waktu SMA. Lihat lompat pagar. Pandai cari alasan ke UKS setelah pelajaran pertama. Keterangan Alpha saat bagi raport banyak sekali. Orangtua dipanggil guru BP? Wah, jangan ditanya. Nasib Amir di SMA, saya sama sekali tak tau menau.
Lulus SMA, saya ke Jogja. Berbekal pernah berteman dengan para begundal waktu SMA, praktik ini saya lanjutkan ketika kuliah. Purak-puraknya ikut trend anak-anak kiri. Petantang petenteng rambut gondrong gak karuan. Morat-marit di perkuliahan. Orangtua murka lalu stop kirim uang. Kemudian menyalah-nyalahkan hidup. Seolah-olah hidup ini tak adil. Lalu memaki maki para kapitalis keparat yang nyata-nyata menghisap rakyat. Prestasi akademik waktu kuliah? NIHIL. Nasib Amir? Saya tak tau.
Zaman berganti. Saya kembali bertemu dengan Amir. Beberapa waktu lalu saya dikontak adiknya. Katanya Amir sekarang jadi Plt Kepala Sekolah di Kabupaten Sambas. Dia butuh jasa saya untuk melatih para siswanya menulis. MasyaAllah. Kami berjumpa kembali. Dulu, dia sering juara kelas. Sekarang dibuktikan dengan prestasi akademiknya yang mentereng. Pimpinan sekolah. Konon, saat bertemu tadi, ia juga sudah jejak ke Kuala Lumpur bersama teman-temannya waktu kuliah. Tak main-main.
Ini orang luar biasa. Pelatihan menulis sudah dilakukan beberapa bulan lalu. Outputnya, sekitar 20an orang siswa Pak Amir menulis karya sastra. Sebentar lagi karya sastra itu terbit. Sedang saya urus ISBN nya. Lanjut naik cetak. Lanjut launching. Semoga jadi wasilah, tumbuh dan berkembangnya literasi di Kabupaten Sambas. Dimulai dari ikhtiar Pak Amir mewujudkan karya para siswanya dalam bentuk buku. Aamiin.
Terus jadi juara Pak Amir. Kapan-kapan kita minum kopi lagi.
Keterangan Foto:
kembali sebangku dengan Amir setelah puluhan tahun, meskipun kali ini bukan bangku sekolah. Tapi bangku warung kopi
Posting Komentar untuk "Teman Sebangku"