Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahlilan


Bang Yusof memberitahu bahwa di dekat sini ada penginapan sederhana. Saya bisa menginap di sana selanjutnya untuk beberapa hari tinggal di Chau Doc bang Yusuf bisa menemani. Saya setuju. Saya sampaikan akan menghabiskan tiga malam di Chau Doc.


“Malam ini ada acara membaca tahlil. Ada orang kampong sebelah yang wafat. Nanti saya jemput, kita pergi sama-sama.”

Saya tidak bisa menolak. Lagipula, ini yang saya cari. Bertemu banyak orang lokal. Mendengar banyak cerita.

Sholat Ashar tadi sudah jamak ketika sholat zuhur. Saya manfaatkan waktu untuk istirahat. Maklum, habis melakukan perjalanan panjang sejak dini hari dengan durasi tidur yang sangat pendek malam sebelumnya.

Menjelang magrib saya bangun. Mandi. Menuju Masjid di dekat penginapan. Kali ini masjid yang lain. Tapi bang Yusof ada di situ juga. Sebab ia ingin jumpa dengan saya.

Sama seperti peristiwa di kedai kopi siang tadi, setelah sholat Bang Yusof antusias memperkenalkan saya kepada para jamaah. Saya mengangguk dan tersenyum. Sungguh, wajah-wajah orangtua yang bersahaja. Sayang mereka tak bisa berbahasa Inggris atau Melayu.

Saya banyak diam. Banyak mendengarkan obrolan Bang Yusof dengan orang-orang berbahasa Vietnam. Kemudian sesekali bang Yusof bercakap-cakap dengan saya dengan bahasa Melayu.

Sholat Isya selesai. Kami meluncur ke tempat tahlilan.

Saya kebingungan untuk mendeskripsikan apa yang sedang terjadi. Wajah, pakaian, perilaku, makanan, hampir sama dengan apa yang sering saya temui di Indonesia. Yang lebih dulu datang duduk di dekat dinding. Yang baru datang menyalami satu per satu tamu kemudian ikut duduk. Bahkan sampai hidangan rokok di dalam gelas pun tersedia. Persis. Ini seperti acara kenduri di tanah air.

Info dari bang Yusof, yang hadir di tahlilan adalah lelaki dari tiga kampong. Saya perkirakan jumlah mereka tidak sampai 100 orang. Terlihat ramai karena rumah yang tidak terlalu besar.

Bang Yusof sibuk memperkanalkan saya dengan orang-orang. Dengan para tokoh. Dengan imam. Dengan warga biasa. Dengan seorang lelaki yang baru datang.

“Nah bapak ini juga bisa Bahasa Melayu. Dia sering ke Malaysia. Dari Jamaah Tabligh,” antusias Bang Yusof memperkenalkan diri.

Kami bersalaman. Mengucap dan berbalas salam. Bertukar senyuman. Diperkenalkan juga saya dengan Imam masjid setempat. Tokoh masyarakat. MasyaAllah. Sungguh saya terharu. Melihat antusiasme Bang Yusof saya benar-benar merasakan persaudaraan yang luar biasa.

Ketika mereka mengetahui saya berasal dari Indonesia. Subhanallah, via Bang Yusof saya mendengarkan pujian-pujian mereka tentang Indonesia. Di sana banyak ulama. Orang sholih. Sekolah-sekolah agama. Suasana relijius. Banyak di antara mereka yang bermimpi bisa sampai ke Indonesia.

Saya ingin menangis pada momen bersejarah ini. Saya baru saja bertemu Islam di Thailand. Belum lama saya belajar Islam mendalam di tanah lahir. Menikah dengan perempuan sholihah di Jawa Barat. Kemudian melakukan perjalanan ke Vietnam. Sampai di Provinsi An Giang, bertemu dengan saudara-saudara Muslim yang membahagiakan.

Andai Islam benar-benar bisa disatukan dalam sebuah sistem kepemimpinan. Ya, Allah kabulkanlah.

Salam
Pay Jarot Sujarwo

Silakan follow akun Instagram
https://www.instagram.com/payjarotsujarwo/

Posting Komentar untuk " Tahlilan"