Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ajaran Nabi


Hari berikutnya saya benar-benar menghabiskan waktu dengan Bang Yusof. Dimulai dari sarapan di rumahnya. Sambil menyantap hidangan khas Vietnam (sayur seperti ditumis) dimakan bersama roti atau bisa juga nasi.


Percakapan pertama tentang makanan. Ya, di makanan yang dihidangkan, ada setumpuk garam disediakan di piring kecil. Garam ini bukan untuk mengoreksi rasa sayur, andai sayur tersebut kurang asin, melainkan dicocol dengan jemari lalu diemut.


Garam ini dicicipi sebelum aktivitas makan dimulai. Dan nanti kembali dimakan setelah aktivitas makan utama selesai.


“Ini yang diajarkan Nabi,” kata bang Yusof.


MasyaAllah, saya memuji bang Yusof. Tak banyak yang mempraktikan ajaran Nabi terkait kuliner di zaman modern ini. Saya mendoakan semoga senantiasa ada berkah dalam tiap suap yang kita makan.


Selesai makan, kami lanjutkan bercakap-cakap. Masih dengan topik ajaran Nabi. Saya ingin to the poin ke Bang Yusof karena waktu saya di Chau Doc ini tidak banyak. Mumpung tema yang sedang dipercakapkan tentang ajaran Nabi.


Saya sampaikan tentang ajaran Nabi yang dipilah-pilah oleh manusia modern. Bang Yusof menyetujuinya. Tentang aurat yang sering terbuka di tempat umum. Padahal Nabi melarangnya. Tapi banyak yang tidak menaatinya. Tentang berniaga karena disarankan Nabi, tapi praktiknya masih banyak yang tidak jujur.


Kalau ajaran Nabi itu dirasa ada manfaat maka dikerjakan. Tapi kalau dirasa tak manfaat maka ditinggalkan.


Cerita berlanjut ke persoalan akar masalah. Sampai di sini bang Yusof masih antusias. Pada dasarnya bang Yusof setuju bahwa Islam itu harus diterapkan secara total. Tidak boleh dipilah-pilah. Mulai dari perkara makan didahului dengan mencicipi garam sampai perkara mengurusi urusan umat dalam bingkai negara.


“Tapi zaman sudah berubah,” kata Bang Yusof. Ia mengaku tak bisa berbuat banyak di Vietnam sini. Hanya pasrah saja dengan kondisi. Apalagi pemerintah Vietnam baik terhadap orang-orang Islam. Setiap tahun mereka kerjasama dengan pemerintah Saudi, memberangkatkan orang pergi Haji. Gratis.


Saya maklum dengan keawaman bang Yusof. Seperti pertemuan saya dengan lelaki Muslim di Kota Saigon hari sebelumnya. “Tak ada dakwah di sini,” katanya.


Orang-orang sudah bersyukur bisa beragama Islam. Bersyukur dipersilakan untuk beribadah oleh negara yang notabene komunis.


Tapi saat saya ulangi bertanya, setujukah bang Yusof agar Islam diterapkan bahkan hingga level negara? Tak ada penolakan.


Dari dalam tas, saya mengeluarkan kitab yang saya bawa dari rumah. Berbahasa Arab dan Berbahasa Indonesia. Berjudul Nidzhomul Islam, Peraturan Hidup dalam Islam. Bang Yusof mengaku bahwa kemampuannya membaca kitab arab sungguh terbatas. Mungkin bisa baca, tapi tak paham artinya. Saya sampaikan ada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Bang Yusof pun tak mampu jika harus membaca Bahasa Indonesia. Selama ini ia hanya praktik Bahasa Melayu. Dan masih membaca kitab bertuliskan Arab, tetapi berbahasa Melayu.


“Tak mengapa, mungkin kelak kitab ini bisa dibaca oleh orang yang memahaminya di Vietnam sini,” kata saya.


“Oh saya ada kenal seorang ulama di Saigon, nanti kitab ini akan saya berikan kepadanya,” sejak awal jumpa, lelaki ini senantiasa terlihat antusias.


“Pay mau mendengar saya membaca kitab Arab Melayu? Di dalam kitab itu diceritakan asal usul kami orang-orang Melayu Champ.


Saya mengangguk, tak mau kehilangan momen berharga ini.


Salam

Pay Jarot Sujarwo


Silakan follow akun Instagram

www.instagram.com/payjarotsujarwo

Posting Komentar untuk "Ajaran Nabi"