Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Kera Tidak Punah

Dulu, sekitar tahun 2008an saya punya beberapa teman yang mengaku tak bertuhan. Sebagian besar dari mereka dari Barat. Saat terjadi dialog dengan orang-orang ini sebagian besar dapat dipahami. Meskipun untuk berbicara Inggris saya tak terlalu fasih, tapi mendengar orang cakap Inggris bisa lah saya memahami. 

Tapi kali ini saya berhadapan dengan Nguyen, seorang atheist yang harus berjuang sekuat tenaga untuk memberikan saya pemahaman bahwa Tuhan itu tidak ada. Bahasa Inggrisnya centang perenang. Beberapa kali ia menyebut tentang keunggulan ilmu pengetahuan. Beberapa kali ia menyebut tentang bodohnya orang-orang yang beragama. Tapi saya tidak terlalu clear dengan penjelasannya. 

Misalnya, saat saya bertanya tentang asal muasal manusia. Dia agak terbata menjelaskan teori evolusi. Ia menyebut nama Darwin. 

“Jadi, manusia berasal dari Darwin?” tanya saya dengan bergaya bercanda. 

“Bukan. Thats not what I mean,” Nguyen tersenyum. Menyadari keterbataannya. Tapi sungguh. Ia orang yang baik. 

Saya tak ingin bertele-tele. Daripada larut dalam penjelasannya yang muter-muter tentang konsep ketuhanan, langsung saja saya minta bukti mengenai statemennya tentang kebodohan orang-orang beragama. Sampai di sini ia agak terbata. 

Barangkali ia tak enak dengan saya. Sebab saya adalah orang beragama. Terlihat jelas bahwa sekarang ia mulai berhati-hati dalam memilih diksi, dengan logat yang tetap terbata. 

Kurang lebih seperti ini penjelasannya, Agama adalah doktrin yang tidak dapat diterima akal. Tuhan tidak wujud, semua itu mitos. Tapi aneh, banyak sekali orang di dunia ini yang menyembah mitos itu. Melakukan apapun demi mitos itu. bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri. Rela berperang atas nama mitos. 

Langsung saya katakan bahwa statemennya itu salah. Bahkan bertolak belakang. Ia seperti tak terima. Kekeuh dengan pendapatnya. Saya tanya lagi, “berapa banyak you mengenal orang-orang yang punya agama?” 

“Not many,” jawabnya. 

“Atau jangan-jangan tak ada?” saya kejar ia. 

Yeah you right, I have got nothing. Tidak ada teman yang beragama,” 

Kalau begitu kenapa bisa menuduh agama sebagai mitos? Sebab memang seperti itulah yang ia dapatkan. Dari orang tua, dari lingkungan, dari sekolah, dari media, bahkan dari negara. Ini telah menjelma maklumat yang terus menerus berkelindan di dalam otak dalam waktu lama sehingga berubah menjadi keyakinan. 

Let’s think. Kendali diskusi kemudian saya pegang. Alhamdulillah, kali ini ia mau mendengar. Saya memuji keputusannya untuk mencintai ilmu pengetahuan. Tapi tentu saja tidak dengan cinta buta. Saya jelaskan di dalam agama, khususnya Islam, ilmu pengetahuan punya posisi mulia. Bahkan setiap individu muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu. Seluas-luasnya. Setinggi-tingginya. Dengan ilmu pengetahuan tersebut manusia bisa berpikir rasional dan pada akhirnya mampu membuktikan eksistensi Tuhan. 

Bicara Tuhan, ia mulai mau menyela. Tapi saya tahan. Saya minta ia mendengar sebentar. Bukankah sejak tadi ia sudah bicara banyak? 

Kalau Darwin benar, kenapa hari ini tak ada penemuan baru tentang kera-kera yang berubah wujud menjadi manusia? Kera-kera itu sudah berusia lama, kenapa mereka tidak punah? Ini mudah untuk membantah lemahnya teori evolusi Darwin. Ia terlihat mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Apakah ia paham atau tidak, saya tentu saja tak mengetahuinya. 

Jika akal kita sudah menerima tentang kesalahan teori evolusi Darwin, selanjutnya silakan mencari jawaban dari pertanyaan mendasar. Dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, kemana kita setelah mati. Nguyen sudah tak boleh lagi menjawab dari kera. Dari materi. Ia juga pada akhirnya berpikir, jangan-jangan memang setelah mati nanti, ada kehidupan lagi. 

“Kita ini tidak muncul sendiri secara tiba-tiba, melainkan diciptakan. Dan yang menciptakan kita itu, tak ada penciptanya. Pun tidak menciptakan dirinya sendiri. Tidak bermula. Tidak berakhir. Itu yang kita kenal sebagai Tuhan.” 

Saya tidak memaksa Nguyen untuk paham pada malam itu. Yang jelas ia mau berpikir. Sudah larut. Nguyen mengajak pulang. Besok pagi kami harus berangkat pukul 4 pagi menuju Provinsi An Giang. Info dari Nguyen perjalanan akan ditempuh selama tujuh jam. Tapi saya liat di google map, sekitar 4 jam. Mana yang benar? Dont know. Yang pasti, google dan Nguyen adalah makhluk. Bisa saja salah satunya benar. Bisa saja keduanya benar. Bisa saja keduanya salah. Besok lanjut lagi. 

Salam 
Pay Jarot Sujarwo 
Ig: @payjarotsujarwo 
fb: Pay Jarot Sujarwo 
t.me/payjarot

Posting Komentar untuk "Kenapa Kera Tidak Punah"