Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Feta

Chapter ke 34 buku RUTE: catatan tentang kembara
oleh Pay Jarot Sujarwo


Yang tak bisa lepas dari Eropa adalah keju. Ini tidak ada perdebatan. Seolah-olah mereka tak bisa hidup tanpa keju. Alasannya kenapa, tak tak pernah tahu. Riset tentang itu tak pernah kulakukan. Aku pribadi pada mulanya tak suka dengan keju. Maksudnya begini, selama di Indonesia, pernah beberapa kali mencicipi keju yang tentu saja rasanya cocok di lidah.

Ketika sampai di Bulgaria, berkenalan pertama kali dengan keju, langsung kuputuskan untuk tidak menyukainya. Belum, aku belum mencicipinya. Hanya menciumnya. Baunya begitu menyengat. Bau kambing yang tak sedap. Kalau gulai kambing aku suka. Tapi langsung kuputuskan tak suka dengan keju bau kambing ini.

Begitu juga dengan turunannya seperti yogurt. Tak mau kumakan. Pernah sekali disuruh mencicipi oleh seorang teman. Belum terlalu dalam masuk kerongkongan, langsung kuputuskan tak suka dengan benda satu ini. Terserah kau lah kalau mau bilang lidahku lidah kampung. Tak ada urusannya dengan kehidupanku.

Di Bulgaria, orang-orang bangga dengan keju berwarna putih. White Cheese bahasa Inggrisnya. Ini khas. Khusus daerah Balkan, keju ini dikenal dengan nama Feta. Keju berwarna putih dengan rasa sedikit asin dan memiliki tekstur yang rapuh. Feta adalah bahasa Yunani. Karena memang dari sanalah keju ini berasal. Konon sudah diproduksi manusia sejak 8000 tahun sebelum masehi. Ingat ini hanya konon. Tak perlu kau percaya seratus persen.

Menurut orang-orang Yunani, sejarah keju sama tuanya dengan kemanusiaan itu sendiri. Memang pembuatan keju tak diketahui darimana asalnya, tapi diyakini erat hubungannya dengan proses penjinakan hewan liar yang akhirnya menjadi hewan domestik. Seperti domba dan juga sapi. Itu sudah terjadi 10.000 tahun sebelum masehi. Kalau cerita Yunani kuno, biasanya hampir setiap hal dihubungkan dengan mitologi, termasuk urusan keju ini. Kata mereka, para dewa yang punya ide pertama kali mengajarkan manusia membuat keju. Artinya ini adalah makanan dewa-dewa. Aristaios, putra Apollo diutus untuk turun ke bumi, dialah dewa yang mengajarkan seni pembuatan keju kepada manusia. Catatan tentang ini akan kau temukan di Homer’s Odissey.

Tapi itu di masa Yunani Kuno. Di masa modern sekarang ini Feta telah menjelma ke dalam berbagai jenis keju yang sekaligus membawa ciri negaranya masing-masing. Feta Yunani berbeda dengan Feta Turki berbeda dengan Feta Bulgaria berbeda dengen Feta Makedonia berbeda dengan Feta Serbia berbeda dengan Feta Rumania berbeda dengan feta dari batas-batas negara yang lain.

Di Bulgaria kau akan mendengar orang-orang menamakan keju putih ini dengan sebutan Sirine. Dan sekali lagi, dia berbeda dengan keju putih Yunani atau pun negara lain. Apa bedanya? Ah, tak tau aku dan bukan itu poinnya. Tapi tak kau perhatikankah betapa urusan nasionalisme telah mennciptakan pengkotakan luar biasa bahkan hingga urusan keju? Mereka akan sangat egois demi membangga-banggakan keju dari negaranya masing-masing.

Kalau sebutan ‘sirine’ mungkin akan terdengar mirip dengan orang-orang Serbia, Kroasia, Makedonia, di Bulgaria ada lagi sebutan yang ini benar-benar asli Bulgaria. Tak ada di tempat lain. Asli. Titik. Tidak boleh kau samakan dengan batas negara lain. Namanya Brindza. Juga dikenal dengan sebutan Tangra Bulgarian Feta. Terbuat dari susu domba murni dari domba yang merumput bebas di pegunungan Rhodope. Nama Tangra berasal dari mitologi Bulgaria Kuno, sebagai Dewa yang melindungi hewan dan menjaga pertanian. Ah, lagi-lagi mitologi.

Tapi dari pegunungan Rodhope kau tak hanya akan mendengar kisah keju dan juga musik Kaba Gaida. Juga ada kisah komunitas muslim Bulgaria di sana. Mengakar dalam sejarah panjang peradaban yang sejarah itu pelan-pelan namun pasti coba dihilangkan dari ilmu pengetahuan modern oleh pemenang perang, barat. Sejarah itu tak disebut-sebut oleh Profesor Krassin kecuali hanya sekelompok orang bengis yang terus menerus melakukan pembantaian selama berabad-abad. Islam di zaman modern, seperti tak punya tempat. Kalau pun ada, tempatnya di bagian bawah yang semakin ke sini semakin mudah untuk dilecehkan.

Nanti akan kuceritakan padamu tentang pegunungan Rhodope. Sekarang aku ingin mencicipi feta rasa Bulgaria. Tapi kawan, kau jangan terkejut mendengar cerita ini. Kalau tertawa boleh lah. Sedikit saja. Tadi kau sudah dengar ceritaku tak suka keju. Tapi benda satu ini ada di mana-mana. Buka kulkas ketemu keju. Di meja makan ada keju. Terlebih saat makan salad, ada feta di dalamnya, juga olive oil (zaitun) yang begitu menggiurkan.  

Ok. Aku tak bisa terus menerus menghindar dari feta. Tak bisa. Harus kucoba. Di pasar tradisional, aku ketemu orang jual beras dan indomie. Alhamdulillah. Berasnya dari vietnam, bungkus indomienya bertuliskan huruf arab yang ternyata dari Suriah. Nanti setelah dibuka, akan ketemu bumbu indomie origin dari Indonesia. Siapa yang tidak bangga dengan Indomie Indonesia? Ah, lagi-lagi nasionalisme. Sialan. Konsep nation state ini sudah seharusnya dipinggirkan dengan persatuan umat yang hakiki.

Nasi dan Indomie inilah yang jadi makanan andalanku selama di Bulgaria. Tentu saja aku juga sedia telor dan membeli sayur beku yang tersimpan dalam pendingin untuk persiapan selama musim dingin. Ada garam, garlic, onion, juga sedikit gula dan cabe, aku selamat dari berbagai macam makanan Eropa yang rasanya hambar.

Baik, di meja makan nasi terhidang. Semangkuk indomie siap sedia. Juga telur dadar dengan kecap dan sambal. Berikutnya adalah feta. Jangan kau cium baunya. Jangan. Tapi kau kunyah nasi sesuap, kau ambil feta sedikit, masukkan dalam mulutmu yang masih terisi nasi itu. Kunyah secara bersamaan. Jika kau tiba-tiba merasa mual dan ingin muntah, hirup kuah indomie juga kunyahlah makanan kebanggan Indonesia Raya itu barang sesuap. Masih belum terasa netral? Telor kecap sambal masukan mulutmu. insyaAllah aman sentausa sehat sejahtera.

Itu yang aku lakukan. Begitu terus menerus. Lama kelamaan porsi kejunya ditambah. Sebab kau akan semakin terbiasa. Nanti pada suatu titik, kau akan ketemu bahwa keju putih ini, bahwa feta yang berasal dari dewa-dewa ini, ternyata rasanya lezat. Sungguh. Aku sudah membuktikan. Berikutnya, tak lagi kau perlukan nasi juga indomie, telor kecap dan sambal.

Cukup kau cuci bayam segar, ambil daunnya, simpan di atas piring. Lumuri dengan minyak zaitun. Taburi sedikit garam. Aduk merata. Lalu makanlah daun bayam itu bersama dengan feta. Hmmm, yummi.


Posting Komentar untuk "Feta"