Suka Baca
The Journey of Being a Writer (1)
Donald bebek, majalah Ananda, Majalah Bobo, Komik si Buta
dari Gua Hantu, aneka komik Gultom Agency, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212,
Asmaraman Ko Ping Ho, Lima Sekawan, dan banyak lagi.
Saking banyaknya, saya ingat pada waktu SD saya membuka
taman bacaan di teras rumah. Saya ajak teman-teman bermain di rumah untuk ikut
membaca. Teman-teman akrab, gratis. Nanti kalau ada yang mau bawa pulang,
mereka harus bayar. Kalau saya tidak salah nominalnya 25 atu 50 rupiah per
buku.
Hampir semua penulis profesional, baik mereka yang
benar-benar menghasilkan banyak buku atau pun mereka yang bekerja sebagai
motivator kepenulisan, hampir semua dari mereka akan mengatakan bahwa jika
ingin menjadi penulis berkelas, harus menjadi pembaca berkelas. Tak mungkin
penulis berkualitas akan lahir jika si penulis tidak suka membaca. Nasihat
semacam ini sudah lazim kita dengar. Begitu juga saya. Jika diharuskan
memberikan nasihat kepada pemula tentang step by step menjadi penulis, akan
saya katakan bahwa step pertama adalah membaca.
Ini bukan sekadar teori. Berapa banyak kosakata yang bisa
masuk ke dalam otak kepala kita jika kita tak membaca? Lalu kalau tak punya
banyak kosa kota, apa yang mau kita tulis?
Untuk itu, saya ingin ucapkan terima kasih kepada bapak,
yang dengan sadar telah membelikan saya banyak buku bacaan ketika kecil. Karena
buku-buku yang dibelikan bapak hampir semuanya bergenre fiksi, wajar kalau
kemudian saya menjadi suka menulis fiksi. Tak bisa dipungkiri tentang korelasi
ini. Apa yang kita baca, sebagian besar menjadi inspirasi kita dan akhirnya
menjadi tulisan.
Step one: Reading. Done
Posting Komentar untuk "Suka Baca"